Aktual-Berita.com – Jepara
Menindaklanjuti surat permohonan audensi Aji cakra Indonesia Raya (A.I.R), Agus Sutisna, Ketua DPRD Kabupaten Jepara di gedung serbaguna DPRD, menerima Yayasan Ajicakra Indonesia Raya (A.I.R) dan perwakilan warga dukuh Sukorejo selaku warga terdampak penambangan galian ilegal di Desa Pancur, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Selasa (18/2/2025)
Audiensi atau rapat dengar pendapat tersebut digelar terkait aduan warga dukuh Sukorejo tentang kerugian akibat penambangan ilegal diwilayahnya serta lemahnya Pengawasan dan Penindakan Kegiatan Penambangan Ilegal yang berimplikasi secara khusus adalah kerusakan alam serta rusaknya fasilitas umum jalan.
Hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut, Muh Arif Asharudin Petinggi Desa Pancur, Umrotun Camat Mayong, Ulung dari DPUPR, Zamroni dari Satpol-PP, Hafid Widianto dari DLH dan Eriza Rudi Yulianto selaku Kepala DPMPTSP.
Dalam paparannya, Tri Hutomo Ketua Ajicakra selaku penerima kuasa warga dukuh Sukorejo menyampaikan “Maraknya tambang Galian illegal di Kabupaten Jepara, khususnya di Desa Pancur, terkesan adanya pembiaran dari Aparat Penegak Hukum,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Jepara Agus Sutisna pada kesempatan tersebut menyampaikan pentingnya mendengarkan berbagai pandangan dari semua pihak terkait, serta menegaskan bahwa jangan ada alasan dengan keterbatasan kewenangan.
“Sebagai lembaga legislatif, DPRD bertanggung jawab untuk memastikan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat,” tegasnya.
Dalam audiensi ini disampaikan pernyataan dari DLH, Havid Widiyanto, “DLH Kabupaten Jepara tidak mempunyai Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau PPNS sehingga tidak bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan,” kata Havid.
Umrotun, Camat Mayong menambahkan, bahwa sesuai Tupoksinya, Ia sudah melakukan koordinasi dengan Forkopimcam Mayong terkait pencegahan adanya kegiatan penambangan liar di wilayah Kecamatan Mayong, selain itu bentuk nyata kepedulian diekspresi dengan memasang sepanduk larangan penambangan, “Anggaran sepanduk dari kocek pribadi saya,” imbunya.
Sementara itu, Eriza Rudi Yulianto dari DPMPTSP Jepara menjelaskan, bahwa terkait perijinan, persetujuan, dan perpanjangan tambang Galian, baik eksplorasi dan operasi produksi di Jepara semua melalui ESDM Provinsi Jawa Tengah.
Dikesempatan yang sama, Petinggi Desa Pancur, Muh Arif Asharudin mengungkapkan bahwa dirinya sudah melakukan sosialisasi larangan penambangan ilegal di wilayahnya. Pihak desa selama ini hanya menerima dampak dari kerusakan lingkungan akibat adanya penambangan liar.
“Untuk tindakan penertiban tambang ilegal, tentunya itu bukan wewenang Pemdes, kami hanya bisa menghimbau dan memberikan sosialisasi serta larangan dampak kerusakan lingkungan yang terjadi kepada warga,” ungkapnya.
Maksud dan tujuan utama audensi diakhiri dengan harapan warga, disampaikan oleh Sirajul Umam “Stop dan tidak ada lagi kegiatan penambangan ilegal di wilayah sekitar Makam Mbah Merto, segera ada penganggaran untuk perbaikan kerusakan tembok pagar makam,” ujarnya.
Terpisah, AF Agung, salah satu pengamat kebijakan publik Pemkab Jepara, kepada media ini menyampaikan, “Ya, dampak yang ditimbulkan oleh penambangan ilegal, berupa kerusakan lingkungan, kerusakan ekosistem, kerusakan infrastruktur jalan dan juga kerusakan fasilitas penunjang lainnya dan itu dibiayai dari uang negara dan/atau APBD bahkan dibiayai dari Dana Desa,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, “Harusnya Pemda Jepara segera , menindak lanjuti SK Bupati Jepara nomor 540/ 207 tahun 2024 tentang tim terpadu penataan pertambangan MBLB Jepara, dengan penataan sistem pengawasan yang tepat dapat meningkatkan PAD Kabupaten Jepara, jangan sampai ada kebocoran pendapatan daerah dan keuntungan yang hanya dinikmati oleh pengusaha tambang ilegal dan mafia didalamnya, termasuk kelompok preman pendukung,” imbuhnya.
“Ingat, ketidakpedurlian pemerintah daerah akan menimbulkan konflik kepentingan dan berdampak sosial,” pungkasnya.
(Arif Murdikanto).