Aktual Berita.Com Jepara – Delapan puluh tahun kemerdekaan bukanlah capaian kecil. Itu adalah buah dari darah, air mata, dan pengorbanan para pendiri bangsa. Tapi mari kita bertanya dengan jujur dan berani: apakah bangsa ini sudah benar-benar merdeka dalam arti yang substantif?
Sebagai seorang yang berlatar belakang hukum, saya tidak melihat kemerdekaan hanya sebagai status konstitusional atau deklaratif. Kemerdekaan bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk kedaulatan hukum, keadilan sosial, dan martabat rakyat yang dijunjung tinggi.
Bangsa yang merdeka tidak boleh tunduk pada kepentingan asing, baik dalam bentuk investasi yang eksploitatif, utang luar negeri yang membelenggu, maupun intervensi politik yang merusak kedaulatan nasional. Kita harus berani berkata “tidak” pada segala bentuk penjajahan baru yang berwajah modern: kapitalisme global, oligarki lokal, dan politik transaksional.
Bangsa yang merdeka harus menjadikan hukum sebagai panglima, bukan alat kekuasaan. Hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Penegakan hukum harus adil, transparan, dan berpihak pada kebenaran, bukan pada kekuatan. Jika korupsi masih menjadi budaya, jika mafia hukum masih bercokol, maka kemerdekaan itu hanya ilusi.
Kemerdekaan juga harus tercermin dalam keadilan sosial. Apa gunanya merdeka jika rakyat masih kelaparan, pendidikan masih mahal, dan pelayanan kesehatan masih diskriminatif? Negara harus hadir sebagai pelindung, bukan sekadar pengatur. Negara harus menjamin hak-hak dasar rakyat: pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak.
Bangsa yang merdeka harus berdaulat dalam menentukan arah pembangunan. Kita tidak boleh membiarkan kebijakan publik ditentukan oleh kepentingan pasar atau elite politik. Pembangunan harus berbasis kebutuhan rakyat, bukan ambisi segelintir orang. Infrastruktur penting, tapi jangan abaikan manusianya. Jangan sampai kita membangun jalan tol tapi membiarkan anak-anak putus sekolah.
Kemerdekaan juga menuntut bangsa ini untuk bermartabat. Martabat bangsa terletak pada integritas pemimpinnya, pada kecerdasan rakyatnya, dan pada semangat gotong royong yang menjadi warisan budaya kita. Jangan biarkan martabat itu dirusak oleh politik uang, hoaks, dan polarisasi yang memecah belah.
Delapan puluh tahun merdeka harus menjadi momentum refleksi nasional. Sudahkah kita mewujudkan cita-cita Proklamasi? Sudahkah kita menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang hidup, bukan sekadar slogan? Sudahkah kita menjamin bahwa setiap warga negara, tanpa kecuali, merasakan arti kemerdekaan?
Sebagai bangsa yang telah merdeka selama delapan dekade, kita tidak boleh puas dengan simbol-simbol kemerdekaan. Kita harus berani menuntut kemerdekaan yang sejati: kemerdekaan yang membebaskan rakyat dari ketakutan, kemiskinan, dan kebodohan. Kemerdekaan yang menjadikan rakyat sebagai subjek, bukan objek pembangunan.
Kemerdekaan bukanlah akhir, tapi awal dari perjuangan panjang menuju keadilan dan kesejahteraan. Dan perjuangan itu harus terus digelorakan, bukan hanya oleh pemimpin, tapi oleh seluruh elemen bangsa.
Merdeka bukan sekadar bebas. Merdeka adalah berdaulat, bermartabat, dan berkeadilan.***
Aktual Berita.Com Jepara